Sabtu, 21 Maret 2015

Suku Batak

Suku Batak merupakan
salah satu suku bangsa
Indonesia yang terletak
di Sumatera Utara. Nama
Batak merupakan sebuah
tema kolektif untuk
mengidentifikasikan
beberapa suku bangsa
yang bermukim dan
berasal dari Tapanuli dan
Sumatera Timur. Suku
bangsa yang
dikategorikan ke dalam
suku Batak yaitu Batak
Toba, Batak Karo, Batak
Pakpak, Batak
Simalungun, Batak
Angkola, dan Batak
Mandailing.
Seorang istri dari putra
pendeta Batak Toba
bernama Siti Omas
Manurung menyatakan,
bahwa sebelum
kedatangan Belanda
semua orang baik Karo
maupun Simalungun
mengakui dirinya sebagai
Batak. Lalu Belanda yang
telah membuat
terpisahnya kelompok-
kelompok tersebut
setelah Belanda datang
ke tanah Batak. Dengan
demikian, istilah "Tanah
Batak" dan "rakyat
Batak" diciptakan oleh
pihak asing.
Namun, sebagian orang
Karo, Angkola, dan
Mandailing tidak mau
menyebut dirinya
sebagai suku Batak
karena pada umumnya
istilah "Batak" dipandang
rendah oleh bangsa lain.
Sebagian orang Tapanuli
juga tidak ingin disebut
orang Batak karena
perbedaan agama yang
mencolok pada orang
Batak kebanyakan.
Suku Batak dikenal
dengan banyaknya marga
yang diambil dari garis
keturunan laki-laki. Garis
keturunan tersebut akan
diteruskan kepada
keturunan selanjutnya.
Marga tersebut menjadi
simbol bagi keluarga
Batak. Menurut
kepercayaan bangsa
Batak, induk marga Batak
dimulai dari Si Raja
Batak yang diyakini
sebagai asal mula orang
Batak. Si Raja Batak
mempunyai dua orang
putra, yakni Guru Tatea
Bulan dan Si Raja
Isumbaon.
Sejarah
Banyak versi yang
menyebutkan asal-usul
bangsa Batak. Ada yang
mengatakan bangsa
Batak berasal dari
Thailand, keturunan dari
bangsa Proto Malayan.
Bangsa ini merupakan
suku bangsa yang
bermukim di perbatasan
Burma dan Siam atau
Thailand. Selama ribuan
tahun, bangsa Batak juga
tinggal dengan keturunan
Proto Malayan lainnya,
seperti Karen, Igorot,
Toraja, Bontoc, Ranau,
Meo, Tayal dan Wajo.
Proto Malayan ini pernah
dijajah oleh bangsa
Mongoloid. Lalu mereka
berpencar ke berbagai
wilayah dan negara.
Misalnya Toraja
mendarat di sulawesi,
bangsa Tayal kabur ke
Taiwan, dan bangsa
Ranau mendarat di
Sumatera Barat.
Sementara Suku Batak
mendarat di pantai Barat
pulau Sumatera. Di situ
suku bangsa Batak
terpecah menjadi
beberapa gelombang.
Gelombang pertama
berlayar terus dan
mendarat di pulau-pulau
Simular, Nias, Batu,
Mentawai, Siberut
sampai ke Enggano di
Sumatera Selatan.
Gelombang kedua
mendarat di muara
sungai Simpang,
sekarang Singkil. Mereka
bergerak sepanjang
sungai Simpang Kiri dan
menetap di Kutacane.
Dari situ mereka
menduduki seluruh
pedalaman Aceh. Itulah
yang menjadi orang-
orang Gayo, dan Alas.
Adapun gelombang
ketiga mendarat di
muara Sungai Sorkam,
antara Barus dan Siboga.
Memasuki pedalaman
daerah yang sekarang
dikenal sebagai
Doloksanggul dan
belakangan menetap di
kaki Gunung Pusuk Buhit,
di tepi danau Toba
sebelah barat. Dari situ
berkembang dan
akhirnya menduduki
tanah Batak.
Ada lagi versi yang
mengatakan, Suku Batak
berasal dari India
melalui Barus berkelana
ke Selatan hingga
bermukim di pinggir
Danau Toba pada abad
ke-6. Barus merupakan
wilayah yang ada di
Tapanuli Tengah
Sumatera Utara. Orang-
orang yang dari India
tadi berdagang dan
mendirikan di kota
dagang Barus. Nama
Barus sendiri merupakan
barang dagangan yang
mereka perdagangkan,
yakni kapur Barus.
Kapur Barus dari tanah
Batak bermutu tinggi
sehingga menjadi salah
satu komoditas ekspor di
samping kemenyan. Pada
abad ke-10, Barus
diserang oleh Sriwijaya.
Hal ini menyebabkan
terusirnya pedagang-
pedagang Tamil asal
India dari pesisir
Sumatera. Pada masa-
masa berikutnya,
perdagangan kapur Barus
mulai banyak dikuasai
oleh pedagang
Minangkabau yang
mendirikan koloni di
pesisir barat dan timur
Sumatera Utara.
Kesenian
Diantara unsur
kebudayaan yang dimiliki
suku Batak adalah
kesenian. Tari Tor-tor
merupakan kesenian
yang dimiliki suku Batak.
Tarian ini bersifat magis.
Ada lagi Tari serampang
dua belas yang hanya
bersifat hiburan.
Sementara alat musik
tradisionalnya adalah
Gong dan Saga-saga.
Adapun warisan
kebudayaan berbentuk
kain adalah kain ulos.
Kain hasil kerajinan
tenun suku batak ini
selalu ditampilkan dalam
upacara perkawinan,
mendirikan rumah,
upacara kematian,
penyerahan harta
warisan, menyambut
tamu yang dihormati dan
upacara menari Tor-tor.
Agama
Bangsa Batak memiliki
sistem kepercayaannya
sendiri, terutama di
daerah pedesaan masih
mempertahankan sistem
religi atau kepercayaan
tersbeut. Orang batak
memiliki konsepsi,
bahwa alam semesta
beserta isinya diciptakan
oleh Debeta Mula Jadi
Na Balon. Ia bertempat
tinggal di atas langit dan
mempunyai nama-nama
sesuai dengan tugas dan
kedudukannya. Namun,
saat ini agama yang
mendominasi bangsa
Batak adalah Islam dan
Kristen. Tetapi agama
Kristen merupakan
agama mayoritas suku
Batak saat ini.
Daerah masuk dan
penyebaran Islam adalah
batak bagian selatan.
Sementara daerah
penyebaran Kristen
meliputi daerah adalah
batak bagian utara.
Islamisasi di Batak
dilakukan oleh para
pedagang dari
Minangkabau. Mereka
mengawini para
perempuan Batak dan
secara perlahan
masyarakat Batak banyak
yang memeluk agama
Islam. Pada masa Perang
Paderi di awal abad
ke-19, pasukan
Minangkabau menyerang
tanah Batak dan
melakukan islamisasi
besar-besaran atas Batak
Mandailing dan Angkola.
Namun penyerangan
Paderi atas wilayah Toba,
tidak dapat
mengislamkan
masyarakat tersebut,
yang pada akhirnya
mereka menganut agama
Kristen Protestan.
Kerajaan Aceh di utara
juga banyak berperan
dalam mengislamkan
Batak Karo dan Pakpak.
Sementara Simalungun
banyak terkena pengaruh
Islam dari masyarakat
Melayu di pesisir
Sumatera Timur.
Adapun penyebaran
agama Kristen dilakukan
oleh seorang misionaris
asal Jerman tahun 1861.
Sebelumnya mereka
menerbitkan buku tata
bahasa dan kamus Batak-
Belanda. Dengan tujuan
mereka dapat
memudahkan penyebaran
agama Kristen yang
dilakukan oleh orang
Kristen Jerman dan
Belanda. Sasaran mereka
adalah Batak Toba dan
Simalungun. Batak Karo
juga menjadi sasaran
misionaris Kristen,
sehingga sebagian Batak
Karon ada yang memeluk
agama Kristen.
Saat penkristenan
dilakukan, Batak Karo
dan Toba dapat
dikristenkan dengan
cepat, sehingga pada
abad ke-20 agama
Kristen menjadi identitas
budaya mereka. Saat
Belanda menancapkan
kolonialisme Belanda di
tanah Batak, masyarakat
Batak ini tidak banyak
melakukan perlawanan
terhadap kolonial
Belanda.
Kekerabatan
Stratifikasi sosial orang
Batak didasarkan pada
empat prinsip, yaitu
perbedaan tigkat umur,
perbedaan pangkat dan
jabatan, perbedaan sifat
keaslian, dan status
kawin. Kelompok
kekerabatan suku bangsa
Batak berdiam di daerah
pedesaan yang disebut
Huta atau Kuta menurut
istilah Karo. Biasanya
satu Huta didiami oleh
keluarga dari satu marga.
Ada pula kelompok
kerabat yang disebut
marga taneh yaitu
kelompok pariteral
keturunan pendiri dari
Kuta. Marga tersebut
terikat oleh simbol-
simbol tertentu misalnya
nama marga.
Klen kecil tadi
merupakan kerabat
patrilineal yang masih
berdiam dalam satu
kawasan. Sebaliknya klen
besar yang anggotanya
sdah banyak hidup
tersebar, sehingga tidak
saling kenal. Tetapi
mereka dapat mengenali
anggotanya melalui
nama marga yang selalu
disertakan dibelakang
nama kecilnya.
Dalam persoalan
perkawinan, dalam
tradisi suku Batak
seseorang hanya bisa
menikah dengan orang
Batak yang berbeda klan.
Maka dari itu, jika ada
yang menikah harus
mencari pasangan hidup
dari marga lain. Apabila
yang menikah adalah
seseorang yang bukan
dari suku Batak, maka
dia harus diadopsi oleh
salah satu marga Batak
(berbeda klan). Acara
tersebut dilanjutkan
dengan prosesi
perkawinan yang
dilakukan di gereja bila
agama yang dianutnya
adalah Kristen.
Bahasa
Bahasa yang digunakan
oleh orang Batak adalah
bahasa Batak. Tapi
sebagian juga ada yang
menggunakan bahasa
Melayu. Setiap puak
memiliki logat yang
berbeda-beda. Orang
Karo menggunakan Logat
Karo, sementara logat
Pakpak dipakai oleh
Batak Pakpak, logat
Simalungun dipakai oleh
Batak Simalungun, dan
logat Toba dipakai oleh
orang Batak Toba,
Angkola dan Mandailing.
Pengetahuan
Orang Batak juga
mengenal sistem gotong-
royong kuno dalam hal
bercocok tanam. Dalam
bahasa Karo aktivitas itu
disebut Raron,
sedangkan dalam bahasa
Toba hal itu disebut
Marsiurupan.
Sekelompok orang
tetangga atau kerabat
dekat bersama-sama
mengerjakan tanah dan
masing-masing anggota
secara bergiliran. Raron
itu merupakan satu
pranata yang
keanggotaannya sangat
sukarela dan lamanya
berdiri tergantung
kepada persetujuan
pesertanya.
Teknologi dan Peralatan
Masyarakat Batak telah
mengenal dan
mempergunakan alat-alat
sederhana yang
dipergunakan untuk
bercocok tanam dalam
kehidupannya. Seperti
cangkul, bajak (tenggala
dalam bahasa Karo),
tongkat tunggal (engkol
dalam bahasa Karo),
sabit (sabi-sabi) atau
ani-ani. Masyarakat Batak
juga memiliki senjata
tradisional, yaitu piso
surit (sejenis belati), piso
gajah dompak (sebilah
keris yang panjang),
hujur (sejenis tombak),
podang (sejenis pedang
panjang). Unsur
teknologi lainnya yaitu
alat tenun untuk
menenun kain ulos.
Mata Pencaharian
Pada umumnya, mata
pencaharian masyarakat
Batak adalah bercocok
tanam padi di sawah dan
ladang. Lahan didapat
dari pembagian yang
didasarkan marga. Setiap
kelurga mandapatkan
tanah tadi tetapi tidak
boleh menjualnya. Selain
tanah ulayat adapun
tanah yang dimiliki
perseorangan. Selain
pertanian, perternakan
juga salah satu mata
pencaharian suku batak.
Hewan yang diternakan
antara lain kerbau, sapi,
babi, kambing, ayam,
dan bebek. Masyarakat
yang tinggal di sekitar
danau Toba sebagian
bermata pencaharian
menangkap ikan. Selain
itu juga, mereka
berprofesi pada sektor
kerajinan. Hasil
kerajinannya antara lain
tenun, anyaman rotan,
ukiran kayu, tembikar,
dan lainnya yang ada
kaitan dengan pariwisata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar